Friday, September 26, 2025

Kepik Guisardus guttatus, Hama yang Nyaris Terlupakan

Hama ini pernah menyebabkan kegagalan panen pada 3.000 pohon melinjo di Tjiputat, Tangerang.

Aunu Rauf

Awal tahun 1980-an, sewaktu saya baru pulang studi, total luas dua ruangan itu kira-kira 60 m2. Kedua ruangan itu satu sama lain terhubung oleh sebuah pintu, istilah hotelnya connecting door.  Satu ruangan berfungsi untuk menyimpan kepustakaan, di dalamnya berhimpitan rak-rak tua yang terbuat dari kayu jati. Satunya lagi sebagai ruang baca, dengan deretan kursi yang juga tua. Ya, itulah ruang perpustakaan HPT, dulu sewaktu masih di Kampus IPB Baranangsiang.

Ukuran perpustakaan itu memang sempit. Kendati begitu, selain buku, ia menyimpan skripsi mahasiswa HPT lintas waktu, terhitung sejak angkatan pertama (A1), persisnya tahun masuk 1963. Bahkan juga, di dalamnya tersimpan beberapa disertasi sewaktu Fakultas Pertanian masih bernaung di bawah Universitas Indonesia (UI). 

Misalnya saja, saya pernah menjumpai disertasi Pak Tojib Hadiwidjaja yang berjudul "Matibudjang, Disease of The Clove Tree". Disertasi yang kulit mukanya berwarna merah marun itu dipertahankannya pada 8 September 1956 di Gedung Nasional Bogor. Ia merupakan doktor fitopatologi pertama lulusan Fakultas Pertanian UI.

Promotor utamanya yaitu Prof. Thung Tjeng Hiang, kelahiran Bogor 8 Mei 1897, yang jabatan Guru Besar-nya di Universitas Pertanian Wageningen diraih pada tahun 1957. Konon, ia merupakan profesor virologi pertama di dunia. Kesuksesan kariernya itu menular ke mahasiswa bimbingannya. Selepas memperoleh kenaikan jabatan sebagai Guru Besar pada tahun 1958, tak lama berselang Prof. Dr Ir Tojib Hadiwidjaja didapuk sebagai Rektor IPB (1966-1970), dan lantas diangkat menjadi Menteri Pertanian (1968-1978).

Boleh jadi lantaran di perpustakaan HPT tersedia banyak arsip skripsi, tak jarang mahasiswa dari perguruan tinggi lain datang berulang kali ke Bogor untuk mencari referensi tentang hama dan penyakit tanaman. Bahkan, ada seorang mahasiswi dari suatu Perguruan Tinggi di Jawa Tengah yang akhirnya kecantol dosen HPT. Ya, konon dosen itu tetiba rajin datang ke perpustakaan. 

Lebih dari itu, perpustakaan HPT menyimpan harta karun berupa publikasi lawas, peninggalan para pakar berkebangsaan Belanda tempo dulu. Sebut saja Dr LGE Kalshoven, Prof. Dr van der Vecht, dan Dr HCCAA Vos. Sebagai dosen entomologi, ketiganya, pada kurun waktu berbeda, sempat menghuni gedung perkantoran HPT (Gambar 1). Gedung tua yang bentuknya mirip bangunan sekolah dasar itu kini berubah fungsi menjadi kantor berbagai pusat studi.

Jurusan HPT-IPB
Gambar 1. Eks gedung Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan (HPT), Fakultas Pertanian, Kampus IPB Baranangsiang (Foto: Ruly Anwar).

"Bangunan itu sejatinya diperuntukkan sebagai kantor proyek dan tempat tinggal sementara para pekerja yang membangun gedung utama Kampus IPB Baranangsiang", begitu cerita Pak Jusup Sutakaria suatu hari kepada saya.

Gedung utamanya sendiri terletak di bagian depan, berupa bangunan megah dua lantai berbentuk huruf U. Di tengah cekungan U terdapat Mahatani, sebuah warung kecil yang menjajakan alat tulis-menulis, serta juga soto mi, gado-gado dan berbagai minuman untuk keperluan mahasiswa yang lapar dan haus seusai mengikuti kuliah atau praktikum. 

Sementara di halaman depan sebelah kiri, tumbuh menjulang tinggi sebatang pohon randu. Di penghujung musim kemarau, saat buah-buahnya pecah, pohon itu menebarkan kapuk putih melayang-layang dan jatuh di atas lapangan rumput hijau di depan gedung utama. Bak salju yang turun pada musim winterKini, gedung dua lantai berdinding dan beratap hitam itu, yang peletakan batu pertamanya dilakukan oleh Presiden Soekarno pada 27 april 1952, telah ditetapkan sebagai cagar budaya oleh Pemerintah Kota Bogor.

Kembali ke perpustakaan HPT. Warisan lainnya yang tersimpan di dalamnya adalah koleksi IDEA (1950-1959), majalah yang diterbitkan oleh Perkumpulan Entomologi di Indonesia. Isinya daging semua. Tak heran, IDEA adalah kelanjutan dari Entomologische Mededeelingen van Nederlandsch-Indie yang terbit dari tahun 1935 hingga 1941.

Keberadaan koleksi majalah IDEA di perpustakaan HPT tak lepas dari Pak Soemartono Sosromarsono dan Pak Toerngadi Soemawinata. Pada akhir tahun 1950-an, keduanya pernah menjadi editornya. Otomatis alamat redaksinya beralih ke Fakultas Pertanian, lebih tepatnya di gedung perkantoran HPT. Sebelum itu pernah beralamat di Balai Penyelidikan Hama Tumbuh-tumbuhan (BPHT), Cimanggu, Bogor.

Ada yang membuat saya tertarik pada majalah IDEA. Salah satu artikel dalam edisi 15 Agustus 1957 berjudul "Guisardus guttatus nov spec.". Nov spec adalah singkatan dari novum species, yang menandai nama ilmiah suatu organisme yang diterbitkan untuk pertama kali sebagai spesies yang belum pernah dideskripsikan sebelumnya. Benar sekali, kepik Guisardus guttatus adalah spesies baru.

Artikel itu ditulis oleh Ashadi Djojopranoto, pakar hama tanaman dari BPHT. Sebelumnya, pada awal tahun 1950-an, Ir Ashadi Djojopranoto pernah tercatat sebagai asisten dosen di Bagian Entomologi Fakultas Pertanian UI di Bogor, seangkatan dengan Ir Soemartono Sosromarsono. 

Perkenalan Pak Ashadi dengan hama itu berawal dari laporan Dinas Pertanian Rakjat Kabupaten Tangerang pada bulan September 1956. Laporan tadi menyebutkan bahwa dalam bulan Juli 1956 sebanyak 3.000 pohon melinjo gagal panen lantaran diserang oleh sejenis hama yang menyerupai walang sangit. Serangan terjadi di Desa Pondokrandji, Ketjamatan Tjiputat, Kawedanan Serpong, Kabupaten Tangerang

Karena belum pernah terjadi sebelumnya, maka Pak Ashadi pun bergegas berangkat menuju ke TKP. Di sana, ia melihat hama yang tak pernah dikenali sebelumnya. Di kebun melinjo tadi, ia blusukan mengumpulkan kepik-kepik itu untuk dibawa ke Bogor. Sebagian dari kepik tersebut lantas ia kirim ke Commonwealth Institute of Entomology, British Museum, di London untuk diidentifikasi. Sayangnya, identifikasi yang dia terima hanya sebatas genus: Guisardus.

Ia tak puas. Spesimen itu lantas dia kirim juga ke Rijksmuseum van Natuurlijke Historie di Leiden, Belanda. Dr. HC Blote, pakar taksonomi Hemiptera di museum itu, mengidentifikasinya sebagai Guisardus pellucidus Distant. Memang, sepintas bentuk dan panjang antena serta warna pada beberapa bagian menyerupai G. pellucidus. Akan tetapi, pada spesies ini terdapat bintik-bintik hitam di kiri-kanan garis tengah skutelum. Karenanya, ia memastikan bahwa kepik itu adalah spesies baru, dan memberinya nama Guisardus guttatus. Kata guttatus berasal dari gutta (latin) yang berarti tetesan. 

"Dalam kamar koleksi serangga di Balai Penjelidikan Hama Tumbuh-tumbuhan terdapat spesimen ini yang dikoleksi dari Djogjakarta  pada 2 Maret 1933", kenang Pak Ashadi.

Konon, sebelum kemerdekaan, hama ini pernah menyerang dan menyebabkan kegagalan panen pada 200 pohon melinjo di Yogyakarta.

Tak berhenti hanya sampai di identifikasi spesies, Pak Ashadi lantas melanjutkan riset tentang siklus hidupnya. Hasil studinya itu diterbitkan pada majalah Tehnik Pertanian volume VI nomor 5 tahun 1957. Lagi-lagi, dulu, artikel ini ditemukan di antara onggokan publikasi lawas di perpustakaan HPT.

Setidaknya, ada dua alasan mengapa saya merasa perlu membuat postingan dengan konten kepik Guisardus guttatus.

Pertama, hama ini tidak ada di dalam buku Kalshoven atau buku-buku entomologi lainnya. Dan, karenanya kepik G. guttatus tak cukup dikenal oleh khalayak perlidungan tanaman. Sangat boleh jadi, Anda pun baru pertama kali ini mendengarnya.

Kedua, baik majalah IDEA maupun Tehnik Pertanian sudah almarhum, dan edisi lamanya pun tak mudah untuk ditelusuri lagi juntrungannya.

***

Baiklah, sekarang tiba giliran untuk memulai gelar perkara kepik melinjo, Guisardus guttatus Ashadi Djojopranoto. Hama yang nyaris terlupakan itu.

Telur. Telur-telur disisipkan di dalam jaringan di antara ketiak daun dan tangkai. Pada ujung telur bagian luar terdapat embelan berupa rambut dengan panjang 1 mm, yang tersembul hingga tampak dari luar (Gambar 2). 

Egg appendices of G. guttatus
Gambar 2. Embelan berupa rambut telur yang tersembul keluar (Sumber: Ashadi Djojopranoto, 1957).

Telur diletakkan dalam gugusan, dengan kisaran 1 hingga 8 butir (Gambar 3).Telur berbentuk bulat memanjang dengan ukuran kurang lebih 1 mm. Telur yang baru diletakkan berwarna putih susu, dan menjelang menetas berubah menjadi kekuningan.

Egg batches of G. guitattus
Gambar 3. Gugusan telur Guisardus guttatus dalam jaringan ketiak daun, setelah tangkai daun dilepas (Sumber: Ashadi Djojopranoto, 1957).

Waktu yang diperlukan sejak telur diletakan hingga menetas yaitu 6 hari.

Nimfa. Nimfa yang baru keluar dari telur berwarna hijau pucat dan kemudian berubah menjadi lebih tua. Nimfa terdiri dari empat instar, dengan panjang tubuh 1, 2, 3.5, dan 5.5 mm, berturut turut untuk nimfa instar I, II, III, dan IV. Nimfa instar lanjut tampak pada Gambar 4.

Nymph of G. guttatus
Gambar 4. Nimfa instar lanjut Guisardus guttatus (Sumber: Ashadi Djojopranoto, 1957)

Waktu yang dibutuhkan oleh nimfa dari sejak keluar dari telur hingga menjadi imago berkisar 8-12 hari, dengan rataan 10 hari.

Sebagai catatan tambahan dari saya, nimfa dari famili Miridae umumnya terdiri dari 5 (lima) instar. Jadi, kuat dugaan ada satu instar yang terlewat alias tak teramati.

Imago. Imago berukuran panjang 6.5 mm dan lebar 1.6 mm, dengan panjang antena 6.2 mm. Secara umum tubuh berwarna kekuningan, dengan bagian bawah abdomen berwarna hijau cerah (Gambar 5).

Adult of G. guttatus
Gambar 5. Imago Guisardus guttatus (Sumber: Ashadi Djojopranoto, 1957)

Imago hidup selama 7-10 hari, dengan masa praoviposisi 3-5 hari. Di tempat pemeliharran, seekor betina mampu meletakkan telur sebanyak 3 hingga 30 butir. Di alam, jumlah telur yang diletakkan bisa jauh lebih banyak dari itu.

Kerusakan. Nimfa dan imago hidup dengan cara mengisap cairan kuncup daun, daun muda, bunga, dan pentil buah.

Kuncup daun an daun muda yang disap akan tinggal epidermis saja, tampak mengaca dan akhirnya mengering (Gambar 6). Sementara itu, bunga-bunga yang diisap oleh G. guttatus akan mati kering dan kemudian rontok. 

Leaf damage by G. guttatus
Gambar 6. Gejala serangan kepik Guisardus guttatus pada daun muda melinjo (Sumber: Ashadi Djojopranoto, 1957)

Jika pohon melinjo mengalami serangan yang berulang kali, maka pohon itu akan tumbuh merana. Setiap muncul daun muda atau bunga selalu diserangnya, sehingga yang tertinggal  hanya daun-daun tua (Gambar 7). Ujung-ujungnya, pohon tak akan pernah berbuah.

Tree damaged by G. guttatus
Gambar 7. Pohon melinjo yang terserang berat kepik Guisardus guttatus (Sumber: Ashadi Djojopranoto, 1957)

Musuh alami. Dari telur-telur yang dikumpulkan dari lapangan muncul dua jenis parasitoid, yaitu tabuhan dari famili Platygastridae dan Encyrtidae.

***

Secara pribadi, saya punya minat yang kuat pada kepik Guisardus guttatus. Maklum, salah satu aspek dari disertasi saya tahun 1983 di Department of Entomology University of Wisconsin-Madison (USA) yaitu tentang perikehidupan Platylygus luridus. Kepik yang juga tergolong famili Miridae. 

Tahun 1987, seorang mahasiswa S1 menjadi "korban" dari minat saya. Untuk memenuhi persyaratan praktek lapangan, mahasiswa tadi saya tugaskan untuk menginventarisasi hama yang berasosiasi dengan tanaman melinjo. 

Praktek lapangannya itu dilaksanakan di Desa Sukaraharja, Kecamatan Cibeber, Cianjur. Setidaknya ada sembilan jenis serangga yang ia temukan menyerang melinjo. Apes, tak ada kepik G. guttatus.  

Sejak itu, kepik G. guttatus seolah terhapus dari kepala saya. Puluhan tahun lamanya. Akan tetapi, minat pada kepik melinjo kembali muncul, saat pandangan saya tertuju pada publikasi lawas karya Pak Ashadi, yang warna kertasnya kini telah berubah menjadi "putih tua".  

Saya pun mencoba mengawalinya dengan berselancar di internet. Duduk berjam-jam di depan layar Dell Inspiron, laptop hadiah kenang-kenangan dari Departemen PTN sewaktu saya purnabakti. Ternyata, informasi tentang kepik G. guttatus sangatlah langka. Kalau tak ingin dikatakan tak ada.

Buktinya, ketika saya mengetikkan kata "guisardus" pada kolom penelusuran Google, ia mengalihkannya ke "guisados" alih-alih "guisardus". Ringkasan AI-nya menyebutkan bahwa guisados adalah istilah untuk hidangan daging yang direbus dan berkuah dalam masakan Meksiko. Tak mengherankan, seluruh laman web yang ditampilkannya adalah tentang kuliner guisados.

Begitu pula, tatkala saya mengetikkan kata "guttatus" atau "Guisardus guttatus", Google membawanya pada laman web perihal ikan baronang (Siganus guttatus) atau capung barong (Anax guttatus).

Akhirnya, saya iseng-iseng menambahkan informasi tumbuhan inangnya, melinjo (Gnetum gnemon). Dengan mengetikkan dua kata "guisardus gnetum" pada kolom penelusuran Google, muncul enam laman web. Lima di antaranya perihal gnetum dan satu tentang guisardus

Beruntung, satu yang berkaitan dengan guisardus itu memuat foto dari kepik dimaksud (Gambar 8). Foto ini diunggah di iNaturalist oleh seseorang, berasal dari Singapura, dengan nama akun "pizzamurderer". Di bawahnya ada tambahan kata-kata "I love bugs and pizza". Rupanya ia pencinta serangga, sekaligus juga pizza.

Plant bug G. guttatus
Gambar 8. Kepik Guisardus guttatus (Sumber: pizzamurderer, observed in Kim Keat Ave. Singapore, 26 January 2023, CC BY-NC 4.0)

iNaturalist adalah platform komunitas global untuk mencatat dan mengidentifikasi keanekaragaman hayati. Awalnya (2008) merupakan tugas akhir dari tiga orang mahasiswa S2 School of Information, University of California-Berkeley. Sejak 2017, iNaturalist diangkat menjadi proyek bersama antara California Academic of Sciences dengan National Geographic Society.

Saya meyakini kepik yang ditemukan di Singapura itu adalah Guisardus guttatus, karena pada skutelumnya terdapat bintik hitam. Terlebih lagi, kepik itu dijumpai sedang mengisap cairan infloresensi melinjo (Gambar 9). 

G. guttatus on flowers
Gambar 9. Dua ekor kepik Guisardus guttatus sedang mengisap infloresensi melinjo  (Sumber: pizzamurderer, observed in Kim Keat Ave, Singapore, 26 January 2023, CC BY-NC 4.0)

Sejujurnya, saya belum pernah melihat hama ini secara langsung di lapangan. Dari pengalaman bekerja dengan Platylygus luridus di hutan pinus awal tahun 1980-an, populasi kepik dari famili Miridae umumnya berlimpah pada kondisi pertanaman monokultur dan lingkungan lembap.

Selama ini, puluhan tahun telah berlalu, saya tak memiliki kesempatan tersisa untuk berburu hama di kebun melinjo. Barangkali, sekarang waktunya giliran Anda !.

Referensi

Distant WL. 1904. The Fauna of British India, Including Ceylon and Burma. Rhynchota Vol II (Heteroptera). Bombay:  Thacker & Co., Limited. 75 pp.

Djojopranoto A. 1957 Guisardus guttatus nov. spec. Idea 10(4): 13-16.

Djojopranoto A, Sastrosadarpo RMS. 1957. Biologi dan Memberantas Hama Malindjo (Gnetum gnemon Linn.) dengan Obat HCH. Tehnik Pertanian VI(5): 153-192.

Fakultas Pertanian IPB. 2001. Sejarah Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor: Aspek Pendidikan. Bogor: IPB Press.

Internet:

iNaturalist. 2025. Diakses 18 September 2025 dari https://id.wikipedia.org/wiki/INaturalist


Untuk keperluan sitasi, silakan tulis:

Rauf A. 2025. Kepik Guisardus guttatus, Hama yang Nyaris Terlupakan. https://www.serbaserbihama.com/2025/09/guisardus-guttatus-hama-melinjo.html. Diakses tanggal (sebutkan).