Friday, May 16, 2025

Mengenang Dua Tokoh Perlebahan Dunia : Anton Janša dan Karl von Frisch

Satunya peternak lebah yang tanggal kelahirannya ditetapkan sebagai Hari Lebah Sedunia. Satunya lagi profesor zoologi yang dianugerahi Hadiah Nobel berkat penemuannya memaknai bahasa tarian lebah.

Aunu Rauf

Setiap tanggal 20 Mei, dunia bersatu dalam satu perayaan: Hari Lebah Sedunia. Bukan sekadar peringatan. Hari itu adalah penghormatan bagi para pekerja kecil bersayap yang tak kenal lelah—lebah dan para penyerbuk lainnya—yang memastikan keberlangsungan hidup kita melalui setiap bunga yang mereka sentuh.

Tahun 2025 ini, tema yang diusung adalah "Bee Inspired by Nature to Nourish Us All" (Gambar 1). Sebuah ajakan untuk merenung dan terinspirasi oleh cara alam bekerja, serta peran vital lebah dalam menjaga keseimbangan ekosistem dan ketahanan pangan global.

Logo Hari Lebah Sedunia 2025
Gambar 1. Logo World Bee Day 2025.

Tanpa lebah, proses penyerbukan banyak tanaman pangan akan terganggu, yang pada akhirnya dapat mengancam ketersediaan sumber makanan bagi manusia.

Untuk merayakan Hari Lebah Sedunia 2025, berbagai negara mengadakan kegiatan yang beragam. Mulai dari kampanye edukasi dan lokakarya, hingga inisiatif masyarakat seperti pembuatan "hotel lebah" dan taman ramah lebah.

Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia (FAO) pun turut serta dengan menyelenggarakan kompetisi fotografi internasional bertema lebah, mengajak masyarakat untuk lebih mengenal dan mencintai makhluk kecil nan berjasa besar itu. 

Akan tetapi, perayaan itu tak lengkap rasanya tanpa mengenang tokoh-tokoh yang telah berjasa besar dalam dunia perlebahan. Dua nama yang tetiba melintas di kepala saya adalah Anton Janša dan Karl von Frisch.

Lantas siapakah kedua sosok itu ?. Yuk, simak kisah hidupnya di bawah ini.

Anton Janša Maestro Perlebahan

Di kaki Pegunungan Alpen, di desa terpencil Breznica (Slovenia) yang diselimuti kabut pagi dan wangi bunga liar, pada 20 Mei 1734 lahir seorang bayi yang diberi nama Anton Janša. Ia berasal dari keluarga sederhana.

Ayahnya seorang peternak lebah yang memelihara lebih dari 100 sarang lebah di pekarangan rumahnya. Karenanya sejak kecil, Anton Janša sudah terbiasa mendengar dengungan sayap lebah dan aroma madu.

Anton Janša (Gambar 2) adalah anak tertua dari sembilan bersaudara. Sejatinya, sejak kanak-kanak, ia sudah memperlihatkan bakat dalam seni lukis. Begitu pula kedua adiknya, Lovro dan Valentin. Tak heran, mereka mendirikan studio lukis seadanya di gudang belakang rumah.

Maestro perlebahan
Gambar 2. Anton Jansa pelopor perlebahan (Sumber: Gov.Si).

Nah, demi mengembangkan bakatnya, pada tahun 1766 ketiganya berangkat menuju Wina untuk belajar seni lukis di Sekolah Seni Rupa. Setelah lulus, Lovro dan Valinten ajeg menekuni seni lukis. Bahkan, kelak keduanya menjadi pelukis ternama di Wina. 

Tapi tidak dengan Anton Janša. Ia sempat berada di persimpangan jalan, antara menjadi pelukis atau peternak lebah. Maklum, sejak berumur 18 tahun, sepeninggal ayahnya tahun 1752, dialah yang mengurusi 100 sarang lebah di pekarangan rumahnya.  Pengalaman ini menanamkan kecintaan mendalam terhadap lebah.

Di suatu sore yang tenang, ia merenung, pikirannya menerawang ke masa depan. Pesona lebah membayang di depan matanya. Tekadnya pun bulat, melupakan galeri demi apiari. Sekaligus CLBK dengan masa kecilnya. Ia menemukan bahwa panggilan hidupnya tak jauh-jauh dari dengungan lebah dan manisnya madu.

Dengan menekuni perlebahan, ia meyakini bisa berkontribusi lebih banyak bagi masyarakat. Karena itu, sejak tahun 1769 ia mencurahkan seluruh waktunya untuk beternak lebah. Namun, jiwa seninya tetap hidup. Ia menghiasi bagian depan sarang-sarang lebahnya dengan lukisan wana-warni, menciptakan tradisi unik yang dikenal sebagai "lukisan panel sarang lebah" di Slovenia. Sarang lebah yang lucu dan artistik !.

Kariernya dalam beternak lebah mulai menemukan jalannya, manakala Permaisuri Maria Theresa mendirikan sekolah perlebahan. Sekolah yang berlokasi di Istana Augarten di Wina itu merupakan institusi pendidikan perlebahan pertama di Eropa. Tujuannya untuk meningkatkan produksi madu dan meningkatkan pengetahuan dan keterampilan tentang perlebahan di seluruh Kekaisaran Habsburg. 

Maria Theresa mencari seorang guru untuk mengajar di sekolah yang baru ia dirikan itu. Pucuk dicinta ulam tiba. Anton Janša segera memasukkan berkas lamarannya. Setelah melalui wawancara, ia dinyatakan lulus dengan sangat memuaskan. Bagaimana tidak. Ia adalah peternak lebah dengan 100 sarang lebah di rumahnya. Belum lagi pengalaman panjangnya dalam beternak lebah.

Anton Janša lantas secara resmi diangkat sebagai guru perlebahan terhitung 6 April 1770. Ia merupakan guru pertama dan satu-satunya di sekolah itu. 

Untuk melengkapi sarana belajar, ia menyumbangkan 16 sarang lebah dari rumahnya untuk ditempatkan di sekolah. Dengan sarang itu, ia memberikan pelatihan praktis cara beternak lebah berdasarkan temuan dan pengalamannya sendiri.  

Sebagai guru perlebahan, Anton Janša tidak hanya mengajar di Augarten, tetapi juga blusukan ke berbagai pelosok Austria untuk menyebarkan pengetahuan tentang perlebahan. 

Pendekatan itu berhasil. Buktinya, pada tahun 1771 jumlah sarang lebah, yang awalnya 16 kotak, bertambah menjadi 66 kotak, dan  tahun 1772 meningkat lagi menjadi 300 kotak.  Pada tahun 1773, peternakan lebah telah menyebar ke hampir seluruh pelosok Wina. 

Anton Janša adalah guru dan peternak lebah yang inovatif. Ia mengubah desain sarang lebah agar dapat disusun seperti balok, memudahkan pemeliharaan dan panen madu. Ia juga memperkenalkan teknik penggembalaan lebah ke wilayah yang sedang memasuki musim berbunga. Kedua inovasi itu kini umum dipraktikkan di seluruh dunia.

Selain itu, dialah orang yang pertama kali mengamati dengan mata kepala sendiri bahwa lebah jantan mengawini ratu, saat sang ratu terbang di udara. Puluhan tahun kemudian, temuan tadi terbukti kebenarannya. Ini sekaligus menampik mitos lama bahwa lebah jantan hanya membawa air.

Ia bekerja tak hanya dengan tangan, tapi juga dengan pena. Ia menulis dua buah buku dalam bahasa Jerman. Buku pertama "Perihal Perkembangbiakan Lebah" (1771), dan buku kedua "Panduan Lengkap Beternak Lebah" (1775). Kedua buku ini menjadi pegangan wajib bagi peternak lebah kala itu dan masih dihargai hingga kini.

Salah satu bukunya memuat kata-kata bijak.

"Lebah adalah sejenis lalat, pekerja keras, diciptakan oleh Tuhan untuk menyediakan semua yang dibutuhkan manusia. Di antara semua mahluk Tuhan, tak ada yang bekerja begitu keras dan berguna bagi manusia, dengan sedikit upaya pemeliharaan, seperti lebah", begitu tulisnya, meski ia keliru menyamakan lebah dengan lalat.

Anton Janša menghembuskan napas terakhirnya pada 13 September 1773 pada usia 39 tahun karena sakit demam. Meski singkat, warisannya abadi. 

Pada 20 Desember 2017, PBB menetapkan tanggal kelahirannya, 20 Mei, sebagai Hari Lebah Sedunia. 

Selain itu, pada 1 Desember 2022, tradisi perlebahan Slovenia, yang banyak mendapat sentuhan Anton Janša, diakui UNESCO sebagai Warisan Budaya Takbenda. Tak heran, di Slovenia beternak lebah madu telah menjadi way of life (klik di sini videonya).

Karl von Frisch Penemu Bahasa Lebah

Pada 20 November 1886, di Wina, Austria, lahir Karl von Frisch, anak bungsu dari empat laki-laki bersaudara, dari pasangan Anton Ritter von Frisch dan Marie Exner. Ia datang dari keluarga terpelajar. Ayahnya seorang profesor bedah dan urologi. 

Sejak kanak-kanak, Karl von Frisch (Gambar 3) sudah menunjukkan ketertarikan yang mendalam terhadap dunia hewan. Konon, ia memiliki "kebun binatang mini" di rumahnya dengan 170 jenis hewan.

Peneliti tarian lebah
Gambar 3. Karl von Frisch penerima Hadiah Nobel (Sumber: The Nobel Prize)

Setelah lulus sekolah menengah tahun 1905, Karl von Frisch mengikuti jejak ayahnya dan masuk ke Fakultas Kedokteran di Universitas Wina. Pamannya, Sigmund Exner, juga dosen yang mengajar fisiologi manusia di univesitas ini. Menyadari bahwa Karl von Frisch tertarik pada hewan, pamannya menyarankan agar ia mengambil mata kuliah fisiologi hewan. 

Selama menjadi mahasiswa di Universitas Wina, ia terlibat proyek riset posisi pigmen dalam mata majemuk pada kumbang, kupu-kupu, dan krustasea. Kegiatan riset ini membuat cintanya pada dunia hewan semakin mendalam.

Ujung-ujungnya, tahun 1908 ia mengundurkan diri sebagai mahasiswa kedokteran, dan lantas pindah kampus ke Institut Zoologi, Universitas Munich. Ia tampaknya menyadari bahwa panggilan hidupnya di bidang zoologi. Dua tahun kemudian (1910), ia memperoleh gelar doktor di bawah bimbingan Prof. Richard von Hertwig. Disertasinya tentang hubungan sel pigmen pada kulit ikan dengan sistem saraf simpatik

Pada tahun-tahun berikutnya, ia menetap di Universitas Munich dan melanjutkan risetnya tentang penerimaan cahaya dan pengenalan warna pada banyak spesies hewan. 

Pada masa itu, konon ia terlibat dalam perdebatan sengit dengan Karl von Hess, profesor oftamologi dan direktur Klinik Mata di Munich. Gegara beda pandangan tentang kemampuan penglihatan warna pada hewan. Karl von Hess berpendapat bahwa ikan dan invertebrata, termasuk lebah, adalah buta warna. Sebaliknya, Karl von Frisch, zoologiwan muda kala itu, melalui eksperimen dengan lebah madu dan ikan, menunjukkan bahwa hewan-hewan tersebut mampu membedakan warna.

Perselisihan ini berlangsung lebih dari satu dekade, dengan kedua pihak saling mengkritik metode dan kesimpulan masing-masing. Namun, seiring waktu, pandangan Karl von Frisch-lah yang kemudian diakui secara luas oleh komunitas ilmiah.

Dengan pecahnya Perang Dunia I (1914-1918), kegiatan risetnya terganggu. Karl von Frisch dipanggil untuk mengikuti wajib militer. Tapi, ia tidak lolos seleksi karena ada masalah dengan matanya. 

"Daya penglihatannya buruk", ujar dokter mata yang memeriksanya.

Sebagai gantinya, dia secara sukarela bekerja di rumah sakit Palang Merah di Wina. Di sini ia mendirikan laboratorium bakteriologi yang fokus pada diagnosis cepat penyakit seperti kolera, disentri, dan tifus, yang umum terjadi di kalangan tentara dan masyarakat sipil selama perang.

Di rumah sakit itu pula ia bertemu dan memadu kasih dengan seorang perawat, Margarete Mohn. Keduanya menikah pada 20 Juli 1917. Pasangan ini kelak memiliki satu anak laki-laki dan tiga anak perempuan.

Setelah Perang Dunia I berakhir pada tahun 1919, Karl von Frisch kembali ke Universitas Munich dan diangkat sebagai asisten profesor. Ia sempat berpindah-pindah kampus.

Pada tahun 1921, Karl von Frisch menerima tawaran sebagai profesor zoologi dan direktur Institut Zoologi di Universitas Rostock. 

Dua tahun kemudian, pada 1923, ia pindah ke Universitas Breslau untuk posisi serupa, yang menawarkan fasilitas riset lebih lengkap.

Namun, panggilan hati membawanya kembali ke Munich pada tahun 1925, menggantikan gurunya, Richard von Hertwig, sebagai profesor zoologi dan direktur Institut Zoologi. Dengan dukungan dari Rockefeller Foundation, ia membangun institut zoologi baru yang menjadi pusat penelitian terkemuka di Eropa. 

***

Setelah kembali ke Universitas Munich, Karl von Frisch melanjutkan risetnya tentang perilaku lebah madu. 

Suatu hari yang cerah, ia mengamati sesuatu yang sangat memikat hatinya. Lebah pekerja yang baru kembali dari mencari makan tampak menari di dalam sarang. Tarian ini bukan sekadar gerakan acak. Ia menyadari bahwa lebah-lebah tersebut menyampaikan informasi penting kepada rekan-rekannya.

Meskipun Aristoteles telah mencatat perilaku ini sejak abad ke-4 SM, Karl von Frisch adalah orang pertama yang berhasil menafsirkan makna di balik tarian tersebut. 

Dengan menggunakan sarang lebah berlapis kaca dan menandai lebah-lebah pekerja dengan cat berwarna, ia melatih mereka untuk menemukan sumber makanan yang ditempatkan pada jarak tertentu dari sarang. Setiap kali lebah kembali, ia mencatat pola tarian mereka dengan cermat.

Dari pengamatannya itu, Karl von Frisch mengidentifikasi ada dua jenis tarian, yakni tarian memutar (round dance) dan tarian goyang (waggle dance) (Gambar 4).

 
Tarian memutar
Gambar 4. Diagram tarian lebah madu (Sumber: Can hanoeybees talk ?).




Tarian memutar (klik di sini) dilakukan oleh lebah pekerja yang menemukan sumber makanan dalam jarak dekat, biasanya kurang dari 50 meter dari sarang. Dalam tarian ini, lebah bergerak dalam pola melingkar sambil menggoyangkan abdomennya. Tarian ini memberikan sinyal kepada lebah lain bahwa ada sumber makanan di sekitar sarang, namun tidak memberikan informasi tentang arahnya.

Tarian goyang (klik di sini) dilakukan untuk mengomunikasikan lokasi sumber makanan yang berjarak lebih jauh, biasanya lebih dari 150 meter dari sarang. Dalam tarian ini, lebah membentuk pola menyerupai angka delapan dengan bagian tengah berupa gerakan lurus sambil menggoyangkan abdomennya. Arah gerakan lurus ini menunjukkan arah sumber makanan relatif terhadap posisi matahari. Sedangkan durasi dan intensitas goyangan memberikan informasi tentang jarak dan kualitas sumber makanan tersebut.

Karl von Frisch juga mengidentifikasi adanya tarian sabit (sickle dance) yang merupakan bentuk transisi antara tarian memutar dan tarian goyang. Tarian ini dilakukan ketika sumber makanan berada pada jarak sekitar 50 hingga 150 meter dari sarang. Gerakan dalam tarian sabit menyerupai setengah lingkaran atau sabit, memberikan informasi tentang jarak sumber makanan, tapi tidak sejelas tarian goyang dalam menyampaikan arah.

Konon, dia dan para mahasiswanya menghabiskan waktu selama 20 tahun untuk memahami bahasa tarian lebah. Itu pun jalannya tak mulus. Tak sedikit ilmuwan lain yang meragukan temuannya.  

Salah satunya Prof. WH Thorpe dari Cambridge University (UK). Pada tahun 1948, WH Thorpe secara khusus mengunjungi Karl von Frisch di Brunnwinki untuk mengamati langsung eksperimen tentang tarian lebah. WH Thorpe, yang sebelumnya pernah menyebut Karl von Frich mengalami halunisasi mental, akhirnya mengonfirmasi kebenaran temuan Karl von Frisch.

***

Pada masa pemerintahan Jerman Nazi, Karl von Frisch menghadapi tekanan karena dalam tubuhnya mengalir 1/4 darah Yahudi. Ya, neneknya dari pihak ibu adalah seorang Yahudi tulen. Karenanya, ada usulan agar ia  "dimakzulkan" dari posisinya sebagai profesor di Universitas Munich. 

Hampir berbarengan dengan itu, pada awal 1940-an usaha perlebahan di Eropa mengalami wabah penyakit yang disebabkan oleh mikrosporidia Nosema apis. Produksi madu terancam. Begitu pula penyerbukan tanaman pangan. Untuk sementara waktu, Karl von Frisch mengalihkan risetnya pada upaya mengatasi wabah Nosema.

Karl von Frisch pun bisa meyakinkan penguasa tentang betapa pentingnya riset yang sedang dia kerjakan bagi ketahanan pangan Jerman selama Perang Dunia II. Akhirnya, pemecatannya ditangguhkan, dan ia tetap diizinkan untuk melanjutkan risetnya. 

Selama Perang Dunia II, Institut Zoologi di Munich yang dipimpinnya luluh lantak akibat pengeboman. Setelah perang berakhir, pada tahun 1946, Karl von Frisch pindah ke Universitas Graz, dan kembali ke Munich pada tahun 1950 setelah institut tersebut dibuka kembali. 

Sebelum itu, ada suatu peristiwa yang tak mudah terlupakan yang dialami oleh Karl von Frisch. Pada bulan April 1949, ia diundang untuk memberikan kuliah umum di Princeton University (USA). Topik yang ia bawakan yaitu tentang perilaku lebah madu, khususnya mengenai bagaimana lebah menggunakan cahaya terpolarisasi untuk navigasi.

Ia kaget bukan kepalang. Ternyata di antara para hadirin yang duduk di bangku barisan terdepan ada sosok Albert Einstein. Ia mengenalinya dari rambutnya yang acak-acakan. Memang, sejak tahun 1940, Albert Einstein menetap di AS sebagai profesor di Institute for Advanced Study (IAS) di Princeton, New Jersey.

Kehadiran Einstein di kuliah umum tadi karena ketertarikannya terhadap bagaimana pemahaman perilaku hewan dapat memberikan wawasan baru dalam ilmu fisika. 

Keesokan harinya, Albert Einstein mengundang Karl von Frisch untuk berkunjung ke laboratoriumnya di IAS. Kedua ilmuwan besar ini lantas terlibat dalam diskusi.

"Pertemuan yang mengesankan, hangat, dan penuh humor", kenang Karl von Frisch.

Setelah pensiun dari dunia akademik pada tahun 1958, Karl von Frisch tidak menghentikan aktivitas ilmiahnya. Sebaliknya, ia memanfaatkan masa pensiunnya untuk menulis dan menerbitkan berbagai karya tentang persepsi warna dan penglihatan pada hewan. 

Risetnya dalam memahami komunikasi dan navigasi lebah diakui secara luas. Dan, pada tahun 1973 ia dianugerahi Hadiah Nobel dalam Fisiologi atau Kedokteran, bersama dua pakar perilaku hewan lainnya, Konrad Lorenz dan Nikolaas Tinbergen.

Upacara penganugerahan Hadiah Nobel itu dilaksanakan pada 12 Desember 1973 di Stockholm, Swedia. Orasinya tak jauh-jauh dari perilaku lebah. Judulnya "Decoding the language of the bee" (Memaknai bahasa lebah).

Sayangnya, kondisi kesehatannya tak memungkinkan dia untuk hadir secara fisik pada upacara itu. Karena itu, orasinya (klik di sini) dibacakan oleh putranya, Otto von Frisch, yang juga seorang profesor zoologi. 

Sangat boleh jadi, Karl von Frisch hanya menyaksikan upacara penganugerahan itu beberapa hari kemudian lewat rekaman filem hitam-putih. Maklum, kala itu belum ada fasilitas zoom meeting

Karl von Frisch menghembuskan napas terakhirnya pada tanggal 12 Juni 1982, pada usia 96 tahun, di Munich, Jerman. 

***

Anton Janša dan Karl von Frisch adalah dua sosok bersejarah di dunia perlebahan. Keduanya mengajarkan kepada kita satu kata: KETEKUNAN.


Referensi

Couvillon MJ. 2012. The dance legacy of Karl von Frisch. Insect Soc 59: 297-306.

Dyer AG, Greentree AD, Garcia JE, Dyer EL, Howard SR, Barth FG. 2021. Einstein, von Frich and the honeybee: a historical letter comes to light. Journal of Comparative Physiology A 207: 449-456.

Heidborn T. 2010. Dancing with Bees. Culture & Society- History of Science. Max Plank Research.

Karl von Frisch. 1957. A Biologist Remembers. New York: Pergamon Press.

Salehar A. 2017. Anton Jansa, a Beekeeping Teacher. In No Bees, No Life, Kozmus P, Noc B, Vrtaenik K. Victorian (editors). 

Tarpy DR. 2004. The honey bee dance language. North Carolina Cooperative Extension Service. AG 646.

Thorpe WH. 1983. Karl von Frisch 20 November 1886 - 12 June 1982. Biographical Memoirs of Fellows of the Royal Society. 29: 196-20.

Internet

Anton Janša (1734-1773). Free Slovenia. https://svobodnaslovenija.com.ar/anton-jansa-1734-1773/. Diakses 2 Mei 2025.

Beekeeping Pioneer Immortalised By A Un Day. 2023. 250th Anniversary of The Death of Anton Janša. https://cordmagazine.com/country-in-focus/slovenia/anniversary-of-the-death-of-anton-jansa-beekeeping-pioneer-immortalised-by-a-un-day/. Diakses 9 Mei 2025.

iGlobenews. 2023. Karl von Frisch and the Dance of the Bees. iglobenews.org/karl-von-frisch-and-the-dance-of-the-bees/. Diakses 6 Mei 2025.

Karl von Frisch. New World Encyclopedia. https://www.newworldencyclopedia.org/entry/Karl_von_Frisch. Diakses 12 Mei 2025.

Pioneers of Slovenian Beekeeping. https://www.gov.si/en/news/2020-12-22-pioneers-of-slovenian-beekeeping/. Diakses 5 Mei 2025.

Scientist of the Day: Karl von Frisch. https://www.lindahall.org/about/news/scientist-of-the-day/karl-von-frisch/ 2/. Diakses 7 Mei 2025.

Untuk keperluan sitasi, silakan tulis:

Rauf A. 2025. Mengenang Dua Tokoh Perlebahan Dunia: Anton Janša dan Karl von Frisch. https://www.serbaserbihama.com/2025/05/lebah-anton-jansa-karl-von-frisch.html. Diakses tanggal (sebutkan).



No comments: